Minggu, 19 Januari 2014

Penatausahaan Hasil Hutan Rakyat untuk Mendorong Upaya Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat


Inisiatif Hutan Rakyat
       Sejatinya masyarakat telah lama mengenal pola pemanfaatan lahan yang menyerupai hutan rakyat. Bagi masyarakat Jawa Tengah dan sekitarnya lahan tersebut lebih dikenal dengan sebutan„pekarangan‟ dimana pada lahan tersebut masyarakat menanam berbagai jenis tanaman keras seperti jati, kelapa, randu, dan lain sebagainya. Walaupun sebagian besar hutan rakyat di Jawa berada pada tanah dengan status tanah milik rakyat, pengembangan hutan rakyat sangat erat kaitannya dengan program pemerintah khususnya program penghijauan. Pengembangan hutan rakyat di Jawa dimulai pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial. Kemudian Pemerintah Indonesia pada tahun 1950-an mengembangkan hutan rakyat melalui program Karang Kitri dan program penghijauan pada awal tahun 60-an. Pada awal pengembangannya, sasaran pengembangan hutan rakyat adalah pada lahan-lahan kritis yang berjurang, dekat mata air, lahan terlantar dan tidak lagi dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Tujuan pengembangan hutan rakyat adalah untuk meningkatkan produktivits lahan kritis, memperbaiki tata air dan lingkugan dan membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan, bahan perabotan rumah tangga dan sumber kayu bakar.
Pengertian
      Hutan merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Yang dimaksud sebagai hutan yang dikuasai oleh negara adalah hutan alam atau hutan hasil budidaya (tanaman) yang berada di dalam kawasan hutan negara. Disamping melakukan pengelolaan terhadap hutan negara, pemerintah telah mempromosikan dan mendorong pembangunan kehutanan berbasis masyarakat antara lain dengan menggalakkan penanaman komoditas kehutanan pada lahan–lahan rakyat/ lahan milik. Dalam hal ini beberapa tahun lalu pemerintah pernah mencanangkan gerakan Sengonisasi sebagai alternatif pemenuhan bahan baku industri yang sekaligus juga dapat memberikan penghasilan kepada masyarakat. Sebagai hasilnya saat ini beberapa daerah di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah telah menjadi sentra kayu sengon.
     Apabila pembangunan kehutanan berbasis masyarakat ini terus berkembang, maka tekanan terhadap hutan alam dalam bentuk eksploitasi untuk pemenuhan industri baik yang legal maupun illegal akan dapat dikurangi, dan sekaligus memberikan peran yang signifikan kepada masyrakat untuk turuit serta memberikan jaminan terhadap kelangsungan industri kehutanan nasional. Hasil hutan dari masyarakat ini harus di fasilitasi dengan penatausahaan yang memadai. Maksud dari penatausahaan hutan rakyat adalah untuk melindungi hak-hak masyarakat dan sekaligus memberikan jaminan legalitas kepada industri yang menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil hutan rakyat. Disamping itu penatausahaan hasil hutan rakyat juga dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat baik penghasil maupun pengguna hasil hutan rakyat, yang sekaligus dapat membedakan antara hasil hutan milik negara dan hasil hutan milik masyarakat. Penyederhanaan penatausahaan hasil hutan rakyat diperlukan untuk mendorong masyarakat agar dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan kehutanan,
Prinsip-prinsip Penatausahaan Hasil Hutan
      Penatausahaan hasil hutan adalah kegiatan yang meliputi penatausahaan perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan penimbunan, pengolahan dan pelaporan. Penatausahaan ini artinya sebagai suatu sistem monitoring peredaran hasil hutan mulai dari hulu sampai ke hilir (sampai dengan tempat tujuan akhir) dengan tujuan mengamankan asset negara. Dalam sistem penatausahaan hasil hutan ini, pada setiap kegiatannya (setiap pemberhentian dalam pengangkutan hasil hutan) dilakukan pemeriksaan oleh petugas yang kompeten dan berwenang sebagai suatu proses verifikasi. Dengan sistem penatausahaan yang dilaksanakan dan mengalir secara konsisten, diharapkan dapat memberikan jaminan legalitas terhadap hasil hutan tersebut. Prinsip legalitas hasil hutan yang barasal dari hutan negara adalah bahwa suatu komoditas hasil hutan dapat secara bebas diperdagangkan atau dimanfaatkan setelah melalui suatu proses verifikasi secara utuh dan dinyatakan memenuhi ketentuan (compliance), mulai dari: legalitas perizinan (Izin pemanfaatan), legalitas izin pemanenan (RKT), legalitas pemanenan (kebenaran blok dan petak tebangan), legalitas pengukuran dan pengujian untuk menetapkan hak-hak negara, legalitas pemenuhan kewajiban kepada negara (PSDH dan DR) dan legalitas pengangkutan hasil hutan. Jadi, legalitas harus dilihat secara utuh mulai dari hulu sampai ke hilir. Dokumen yang diterbitkan mulai dari hutan sampai di tempat tujuan akhir, pada dasarnya merupakan suatu dokumen yang menggambarkan mekanisme yang dapat dipakai untuk proses lacak balak (pembuktian mundur ke asal-usul).

POTENSI DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN RAKYAT

        Pengertian hutan hak adalah hutan yang dibangun diatas lahan masyarakat yang dapat dibuktikan dengan alas titel/hak atas tanah berupa: Sertifikat hak milik, Leter C, Girik, Sertifikat HGU atau sertifikat Hak pakai. Dewasa ini hutan rakyat sudah sangat berkembang khususnya dibeberapa wilayah di Pulau Jawa. Nilai dari hasil hutan rakyat ini cukup signifikan untuk memberikan jaminan hidup bagi masyarakat. Jenis-jenis yang dikembangkan pada umumnya jenis fast growing species, walaupun ada juga yang menanam jenis jati. Khusus untuk jenis cepat tumbuh, misalnya sengon (Paraserianthes falcataria), telah cukup memberikan andil terhadap pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan. Disamping itu saat ini sudah banyak kegiatan pembangunan industri kecil, misalnya industri veneer dari bahan baku kayu sengon di Pulau Jawa yang mendekati sumber bahan baku guna pemenuhan kebutuhan industri di luar pulau Jawa. Hal ini merupakan kegiatan out sourcing dari beberapa industri plywood di Pulau Kalimantan. Dari kegiatan out sourcing ini komponen veneer sengon memberikan kontribusi yang cukup signifikan sebagai bahan pembentuk plywood, dengan kandungan mencapai 70%. Kegiatan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (atau Eco label) untuk hutan rakyat juga sudah berjalan di beberapa daerah misalnya di Wonogiri. Artinya, masyarakat telah memberikan komitmen terhadap kelestarian hutan yang dibangunnya sebagai sumber penghidupan dalam jangka panjang. Hal ini tidak saja memberikan harapan berkurangnya tekanan terhadap hutan alam negara, tetapi juga dengan teknik pemanenan yang terkendali, akan memperbaiki kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem, sehingga akan berpengaruh positif terhadap aspek lingkungan. Secara umum pembangunan hutan berbasis masnyarakat telah dapat memenuhi kriteria kelestarian produksi, kelestarian lingkungan dan sekaligus akan memberikan kontribusi terhadap kelestarian social (kesejahteraan masyarakat).
Penata Usahaan Hasil Hutan Rakyat
      Pada prinsipnya secara umum penatausahaan hasil hutan dari tanah hak adalah sama dengan penata usahaan hasil hutan dari hutan tanaman, yaitu diperlukan sebagai asset privat (milik masyarakat). Namun karena menyangkut kebenaran asal-usul, maka sebagai sceening bahwa hasil hutan tersebut benar-benar berasal dari lahan milik, dalam hal ini dipderlukan keterlibatan kepala desa/lurah atau yang sederajat untuk memberikan legalitas. Dokumen legalitas yang diperlukan untuk melindungi peredaran hasil hutan dari lahan hak adalah Surat Keterangan Asal Usul (SKAU). Maksud penatausahaan hasil hutan rakyat adalah untuk memberikan kemudahan dalam rangka menghindari biaya tinggi, meningkatkan daya saing serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan yang dapat difasilitasi dengan SKAU adalah hasil hutan hasil budidaya/tanaman rakyat atau pemilik perkebunan dan bukan dari hasil pemanenan dari hutan alam. SKAU ini merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan yang digunakan untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang beralsal dari hutan hak. Dengan semua kemudahan yang diberikan diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk membangun hutan di tanah miliknya.

Daftar Pustaka
Heri Santoso, ----. Hutan Rakyat: Menuju Alternatif Sumber Bahan Baku Industri Perkayuan di Indoensia. Materi Presentasi. 

San Afri Awang, dkk. 2007. Unit Manajemen Hutan Rakyat : Proses Konstruksi Pengetahuan Lokal. Penerbit: Banyumili Art Network.

0 Comments :

 
;