Senin, 30 Juni 2014 0 Comments

Akhirnya, Indonesia - Inggris Perpanjang Kerjasama MFP hingga 2017





Multistakeholder Forestry Proggramme adalah sebuah program yang dibentuk atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Inggris untuk mendukung pengelolaan hutan yang baik dan lestari di Indonesia. Sejak tahun 2000, Department for International Development (DFID) mendukung Indonesia untuk memperbaiki tata laksana di dalam sektor kehutanan melalui kegiatan Multi-stakeholder Forestry Programme (MFP) yang berfokus pada upaya pengentasan kemiskinan di kalangan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Fase kedua dilanjutkan pada tahun 2007 yang berfokus pada pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam rangka mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL). Berbagai kegiatan bersifat sosialisasi ataupun kebijakan SVLK banyak dihasilkan dalam pelaksanaan fase kedua MFP2 tersebut.
Pada April 2014, fase ketiga atau disebut MFP3 disepakati melalui Letter of Agreement yang ditandatangani oleh Sekretaris Jendral Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan Direktur Jendral DFID. Program MFP3 ini bertujuan mendukung Pemerintah Indonesia dalam peningkatan tata laksana kehutanan dan memperkuat hasil-hasil yang sudah dicapai pada kedua fase sebelumnya.
Kerjasama tahap ketiga yang dimulai april 2014 telah melahirkan tim pelaksana baru. Tim pelaksana MFP3 yaitu terpilih Asep Sugih Suntana sebagai Program Director. Beliau adalah sarjana kehutanan lulusan dari Fakultas Kehutanan IPB. Menggantikan Diah Y. Raharjo yang sebelumnya merupakan Program Director MFP2. Sedangkan Lembaga Eksekutif dari Kementrian Kehutanan yaitu Ir. Bambang Hendroyono MM. Kemudian untuk tim pelaksana harian dipimpin oleh Dr.Ir. Dwi Sudharto M.Sc.
Pelaksanaan program MFP3 kedepan akan lebih fokus terhadap 3 pendekatan yaitu
1.      SVLK,  penerapan SVLK akan didorong dari hulu sampai hilir untuk menjamin jual beli produk kayu Indonesia. Hal ini sekaligus menindaklanjuti penandatanganan VPA.
2.      Kewirausahaan di bidang kehutanan berbasis pengelolaan hutan masyarakat akan terus didukung keberadaanya.
3.      KPH, mendukung penuh keberadaan KPH sebagai unit operasional kesatuan pengelolaan hutan untuk memastikan dan mejamin pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan baik dari segi masyarakat atau pemegang izin lainnya.

Sampai tahun 2014, SVLK sudah banyak mengalami kemajuan. Indonesia termasuk 10 besar pemasok kayu dan produk kayu ke Uni Eropa. Pada periode Januari-November 2013, nilai ekspor produk kayu bersertifikat ke Uni Eropa meningkat menjadi 5,48 miliar dolar AS dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012 yang tercatat 4,2 miliar dolar AS. Sementara itu dalam konteks bilateral, untuk periode yang sama tahun 2013, impor kayu dan produk kayu dari Indonesia ke Inggris mencapai 72,35 juta Poundsterling, meningkat 12,27% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 64,44 juta Poundsterling. (Kementrian Kehutanan, 2014)
Untuk KPH sendiri di Indonesia rencananya akan dibentuk 600 KPH di seluruh Indonesia. Sampai tahun 2014 ini sudah terbentuk 120 KPH model. Pembentukan KPH diharapkan mampu menciptakan pengelolaan hutan yang lebih baik dari segi ekonomi, sosial, dan ekologi serta pemantapan batas kawasan hutan yang jelas sehingga meminimalkan terjadinya tumpang tindih kawasan hutan.
 
;