Multistakeholder
Forestry Proggramme adalah sebuah program yang dibentuk atas kerjasama
Pemerintah Indonesia dengan Inggris untuk mendukung pengelolaan hutan yang baik
dan lestari di Indonesia. Sejak tahun 2000, Department for International
Development (DFID) mendukung Indonesia untuk memperbaiki tata laksana di dalam
sektor kehutanan melalui kegiatan Multi-stakeholder Forestry Programme (MFP)
yang berfokus pada upaya pengentasan kemiskinan di kalangan masyarakat yang
tinggal di sekitar hutan.
Fase kedua dilanjutkan
pada tahun 2007 yang berfokus pada pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK) dalam rangka mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).
Berbagai kegiatan bersifat sosialisasi ataupun kebijakan SVLK banyak dihasilkan
dalam pelaksanaan fase kedua MFP2 tersebut.
Pada April 2014, fase
ketiga atau disebut MFP3 disepakati melalui Letter of Agreement yang
ditandatangani oleh Sekretaris Jendral Kementerian Kehutanan Republik Indonesia
dan Direktur Jendral DFID. Program MFP3 ini bertujuan mendukung Pemerintah
Indonesia dalam peningkatan tata laksana kehutanan dan memperkuat hasil-hasil
yang sudah dicapai pada kedua fase sebelumnya.
Kerjasama tahap ketiga
yang dimulai april 2014 telah melahirkan tim pelaksana baru. Tim pelaksana MFP3
yaitu terpilih Asep Sugih Suntana sebagai Program Director. Beliau adalah
sarjana kehutanan lulusan dari Fakultas Kehutanan IPB. Menggantikan Diah Y.
Raharjo yang sebelumnya merupakan Program Director MFP2. Sedangkan Lembaga
Eksekutif dari Kementrian Kehutanan yaitu Ir. Bambang Hendroyono MM. Kemudian
untuk tim pelaksana harian dipimpin oleh Dr.Ir. Dwi Sudharto M.Sc.
Pelaksanaan program MFP3 kedepan akan
lebih fokus terhadap 3 pendekatan yaitu
1.
SVLK, penerapan SVLK akan didorong dari hulu sampai
hilir untuk menjamin jual beli produk kayu Indonesia. Hal ini sekaligus
menindaklanjuti penandatanganan VPA.
2.
Kewirausahaan di bidang kehutanan
berbasis pengelolaan hutan masyarakat akan terus didukung keberadaanya.
3.
KPH, mendukung penuh keberadaan KPH
sebagai unit operasional kesatuan pengelolaan hutan untuk memastikan dan
mejamin pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan baik dari segi masyarakat
atau pemegang izin lainnya.
Sampai
tahun 2014, SVLK sudah banyak mengalami kemajuan. Indonesia termasuk 10 besar
pemasok kayu dan produk kayu ke Uni Eropa. Pada periode Januari-November 2013,
nilai ekspor produk kayu bersertifikat ke Uni Eropa meningkat menjadi 5,48
miliar dolar AS dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012 yang tercatat
4,2 miliar dolar AS. Sementara itu dalam konteks bilateral, untuk periode yang
sama tahun 2013, impor kayu dan produk kayu dari Indonesia ke Inggris mencapai
72,35 juta Poundsterling, meningkat 12,27% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat 64,44 juta Poundsterling. (Kementrian Kehutanan, 2014)
Untuk
KPH sendiri di Indonesia rencananya akan dibentuk 600 KPH di seluruh Indonesia.
Sampai tahun 2014 ini sudah terbentuk 120 KPH model. Pembentukan KPH diharapkan
mampu menciptakan pengelolaan hutan yang lebih baik dari segi ekonomi, sosial, dan
ekologi serta pemantapan batas kawasan hutan yang jelas sehingga meminimalkan
terjadinya tumpang tindih kawasan hutan.